Kamis, 24 Desember 2020

Kisah Mistis Gunung Merbabu Part I (Penunggu Jalur Pendakian Basecamp Thekelan)

Gagahnya Puncak-Puncak Merbabu Dari Pucak Tower

                     Perjalanan waktu itu kami mulai dari percakapan kami di media sosial, yang akhirnya                             kami dipertemukan di kota D. Mereka berempat dari kota Jawa Timur dengan naik                                  kendaraan umum dan mereka singgah sesaat di kota D sebelum melanjutkan perjalanan                          menuju Gunung Merbabu.

Singkat cerita, siang itu kami berangkat berdelapan dengan mengendarai motor. Kurang lebih 3 jam sampailah kami di Kopeng dan kami memutuskan untuk naik Gunung Merbabu melalui Basecamp Thekelan. Sebelum sampai ke basecamp kami sempat mampir ke waralaba untuk berbelanja keperluan di pendakian nanti. Selain itu kami juga menunggu teman yang dari Magelang yang ingin ikut gabung dalam pendakian kali ini. Setelah bertemu dengan teman dan semua keperluan sudah terbeli dan meluncurlah kami menuju basecamp Thekelan. 

Kami disambut dengan ramah oleh crew basecamp, saat itu menunjukkan pukul 15:30. Sembari beristirahat kami mulai mengemas barang-barang yang kita perlukan daat pendakian dan menitipkan barang di basecamp yang sekiranya untuk keperluan setelah pendakian esoknya. Beberapa teman keluar dari basecamp untuk sekedar menikmati cuaca sore itu yang cukup cerah dimana senja datang dan lampu-lampu kota Salatiga sudah mulai menampkan cahayanya. 

Sesaat kami mulai memesan makanan untuk makan malam kami, serta sholat Maghrib dan Isya' yang kami jamak sudah kami lakukan. Bergegas, kami mengemas barang kami kembali untuk segera melakukan pendakian malam itu. Tepat pukul 18:30, kami mulai pendakian dan sebelumnya kami berdoa terlebih dahulu supaya perjalanan kami diberikan kelancaran dan tidak ada halangan dalam pendakian. Akhirnya kami mendaki bersebelas orang diantaranya 9 orang laki - laki dan 2 orang perempuan. Perlu diketahui bahwa salah satu dari teman perempuan kami memang sedang udzur, sehingga kami perlu berjaga-jaga supaya dalam perjalanan dia tetap kuat dan tidak mudah lelah.

Perjalan kami lalui dengan santai, dengan harapan bisa menikmati setiap langkah kami di setiap posnya. Cukup cepat kami juga berjalan karena pada saat itu pukul 19.40 kami sudah sampai Pos 1. Sembari mencuci muka dan mengisi air di botol, kami mencairkan suasana lelah kami dengan mengemil jajanan yang kami bawa. Saya juga melakukan hal yang sama dan minum air kran yang sangat segar dan lebih segar dibanding dengan air kemasan yang dibeli di toko waralaba. 

 

Sabana-Sabana di sepanjang jalur

Perjalanan kami lanjutkan kembali dengan formasi seperti awalnya untuk yang perempuan selalu berada di tengah-tengah supaya tidak tertinggal terlalu jauh. Baru beberapa langkah dari pos 1, salah satu teman kami yang perempuan yang sedang udzur tiba-tiba merasakan perutnya sakit. Selain sakit perutnya dia sedikit lemas. Kami berhenti sejenak sebelum mendekati sungai dan teman perempuan yang satu memberikan minyak kayu putih untuk dioleskan ke bagian-bagian yang terasa sakit. Sejak saat itu dia menjadi pendiam dan sering melamun dalam perjalanan. Perjalanan kami lanjutkan dan saat melintasi sungai kami berhenti sejenak lagi untuk sekedar membasuh muka untuk menyeka keringat kami. Termasuk teman yang sedang sakit tadi, dia agak tertegun lama di sungai itu, dengan tatapan yang sedikit kosong. Kemudia kami mengajaknya untuk segera beranjak dari sungai itu, akan tetapi dia selalu bilang sebentar, sebentar dan sebentar. Sampai akhirnya diapun mengiyakan untuk melanjutkan perjalanan masih dengan rasa lemas kakinya. 

Dalam perjalanan dia mulai lemas, dan kami berupaya untuk menyemangatinya dan memang dia berfikir pada dua sisi yang berbeda. Satu sisi dia sangat semangat untuk segera mencapai tempat untuk mendirikan tenda di Watu Gubug. Dissatu sisi keadaan yang membuat di lemas dan sempat mabuk gunung sehingga makanan yang dimakan sebelumnya keluar dan dimutahkan. Tidak berhenti begitu saja, kami menyemangati dan dengan sabar kami mendampingi setiap langkahnya. Cukup lama perjalanan kami dari pos 1 ke pos 2, karena banyak berhenti dan selalu memberi semangat kepada dia tadi. Pukul 21:30 kami sampai pos 2 dan kamipun beristirahat sejenak. Dalam istirahat saya melihat dia masih saja duduk melamun dan dalam gandengan tangan dengan teman sesama perempuannya. Wajahnya terlihat pucat dan banyak keringat yang keluar dari tubuhnya. Dia mencoba tetap untuk bertahan dan tegar untuk tetap melanjutkan perjalanan kali ini. 

Sempat merasa sesak nafas juga di Pos 2, kemudian dengan minyak kayu putihlah yang menjadi senjata kami untuk melegakan pernafasannya. Akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan akan mendirikan tenda di Pos 3 Gumuk Mentul setelah Pereng Putih. Ada satu keanehan terjadi pada saat saya mengajak teman-teman untuk melanjutkan perjalanan. Dia tiba-tiba sangat semangat untuk berjalan, setengah lari jalannya pada malam itu yang akhirnya kami mengejarnya agar tetap terkendali dalam perjalanannya.

Menuju pos 3 Gumuk Mentul juga bukan hal yang mudah saat itu, medan yang cukup nanjak membuat kami menyemangati satu sama lain dengan sedikit gurauan untuk menghilangkan rasa letih kami. Akhirnya kami pun sampai di Pos 3 pada pukul 23:00 dan kamipun segera berbagi kerja untuk mendirikan tenda. Dua puluh menit kemudian tenda sudah berdiri dan semua memasuki tenda masing-masing. Dari sinilah akhirnya kami tahu apa yang terjadi pada temanku yang sedang udzur tadi.

Pada saat di pos 1 dia sudah mulai diganggu semacam tuyul yang selalu merengek untuk mengajak main di sungai. Dia di bergelayutan di kakinya sehingga dia juga susah berjalan. Itu berlangsung hingga pertengahan antara pos 1 dan pos 2. Sebenarnya setelah pertengahan menuju pos 2 dia sudah enak dan bisa diajak komunikasi lebih baik. Namun pada saat sampai pos 2, dia kembali di temui kakek-kakek besar yang berjenggot sangat panjang dan berdiri di belakangnya. Sehingga memang pada saat di pos 2 kami melihat wajahnya sangat pucat dan merasa sangat ketakutan tidak berani memandang di sekitarnya kecuali merunduk dan merunduk. Dan saat kami ajak melanjutkan perjalanan dia sangat ingin buru-buru untuk segera beranjak dari pos 2. 

Akhirnya malam itu kami bisa beristirahat dengan nyaman meski sesekali kami mengontrol keadaan teman perempuan kami. Usai sholat subuh yang sudah aga kesiangan kami berkemas untuk melakukan pendakian kembali menuju ke puncaknya. Semua terasa fresh dan semangat setelah istirahat kami yang cukup nyaman. Perjalanan kami lalui dan pada pukul 08:30 kami sampai di Pos 4 Pemancar. Kami menyempatkan istirahat dan makan perbekalan kami. Di sini kamipun memutuskan untuk lanjut perjalanan kami menuju ke puncak trianggulasi. Akan tetapi teman perempuan yang satu memilih di Pos Pemancar dan ditemani salah satu teman kami yang laki-laki.

Akhirnya kami sampai di Puncak Trianggulasi pada pukul 11 dan sesuai dengan keinginan kami untuk mengibarkan bendera HW di Puncak Gunung Merbabu dengan selamat, meskipun sempat terjadi hal-hal yang mistis, namun kami tetap berusaha untuk tetap tenang. Karena kami yakin setiap permasalahan ada jalan keluarnya selama kita masih bisa berfikir dengan tenang.

Bendera HW yang Kami Kibarkan

Kami kembali ke Pos 3 Gumuk Mentul dan setelah makan dengan cukup dan berkemas untuk turun kami agak mempercepat tempo kami saat turun. Waktu sudah menunjukkan pukul 15:30 saat itu. Kami hanya berusaha sebelum waktu mahgrib sudah melewati pos 1 dan alhamdulillah kami sampai di Pos 1 sesaat sebelum adzan maghrib berkumandang. Kami merasa lega setelah semua kondisi tidak terjadi apa - apa khususnya teman yang satu tadi. Menuju basecamp akhirnya malah menjadi bahan bercanda dalam cerita tersebut hingga akhirnya kami tidak merasakan lagi sebuah kebosanan dalam perjalanan meski rasa letih ini tetap menempel di badan kami. Pukul 18:45 kami sampai di basecamp dan langsung order makanan untuk mengembalikan stamina kami.

Pukul 19:30 akhirnya kami pamit dari basecamp dan menuju kota Salatiga untuk mencari angkutan umum ke Jawa Timur dan dapatlah Bus Eka malam itu. Perjalanan yang cukup mengesankan dengan sedikit berbau horor. Dari sini saya bisa menyimpulkan bahwasannya khususnya untuk perempuan, jika sedang datang bulan sebaiknya jangan dipaksakan untuk mendaki gunung, akan tetapi jika memang mau mendaki bekalilah dengan keyakinan yang kuat sehingga tidak terjadi apa yang tidak diinginkan, karena orang sedang udzur memang banyak titik lemahnya, baik tenaga, emosional dan spiritualnya.


Comments


EmoticonEmoticon