Kamis, 30 September 2021

Pendakian Gunung Sumbing 3371 MDPL, Via Bowongso, Wonosoba, Jawa Tengah

Puncak Rajawali

Pertama kali mendengar di Gunung Sumbing terdapat miniaturnya sabananya Sembalun Gunung Rinjani, saya menjadi penasaran seperti apa sabananya tersebut. Keinginan itu akhirnya baru terealisasikan setelah beberapa kali mencoba jalur pendakian Gunung Sumbing Via Bowongso, Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia. Desa Bowongso sendiri berada di kecamatan Kalijajar, Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia. Rata-rata penduduknya sebagian besar bercocok tanam dengan menanam tanaman khas pegunungan seperti kentang, kol, tomat, seledri dan lain sebagainya. Karena berada di ketinggian atau perbukitan, rumah-rumah penduduk dibuat berundak dan tersusun rapi. Yang menjadi icon desa ini adalah memliki lapangan sepakbola yang bersebelahan dengan basecamp pendakian Gunung Sumbing yang berada berdampingan di sebelah Sekolah Dasar. Untuk menuju desa Kalijajar ini dari arah Wonosobo ke arah selatan setelah pertigaan Kertek. Kurang lebih 2 km kita akan bertemu dengan perempatan dan kita belok kiri. Akses menuju kesana sebagaian besar sudah bagus namun ada beberapa titik yang aspalnya mengelupas sehingga perlu pembenahan dari pihak pemerintah setempat. 

Berada di ketinggian kurang lebih 500 MDPL, desa ini terletak di sisi barat Gunung Sumbing, memiliki panorama yang menakjubkan dengan berlatar belakang Gunung Sumbing yang sangat menawan. Di senja hari juga akan tersaji matahari tenggelam atau sunset yang didampingi gunung Sindoro di sebelah utara di desa ini.

Sabana yang terlihat cantik

Untuk saat ini pendakian gunung Sumbing via Bowongso masih dengan sistem manual. Namun juga bisa melalui pesan whatsApp untuk booking jika nantinya terjadi sistem quota pembatasan dalam pendakian. Untuk tiket masuknya adalah Rp. 15.000 dengan parkir motor Rp. 5000 dan mobil Rp.10.000. Kondisi basecamp cukup luas, parkir yang memadahi dan tempat makan dan warung-warung juga sudah tersedia rapi. Tempat ibadah seperti mushola kecil yang unik juga tersedia di basecamp Bowongso ini, hanya saja untuk toilet memang masih kurang memadahi jika pengunjungnya di akhir pekan yang banyak. Namun sebagai alternatif bisa ke masjid yang berada tidak jauh dari basecamp untuk sekedar mandi, cuci muka dan buang air kecil. 

Kali itu kami hanya berdua saat mencoba jalur pendakian ini bersama murid di SMA kami yang sedang liburan setelah pelaksanaan Ujian Akhir Semester. Pukul 17:00 WIB kami sampai di basecamp setelah perjalanan sempat di guyur hujan meski tidak terlalu deras, namun rasa dingin itu yang semakin membuat kami merasa dingin dan jas hujan yang bisa mengcovernya. Sembari menunggu adzan maghrib kamipun menyiapkan segala keperluannya dan mengatur ulang packing tas kami. Adzan berkumandang kami bergegas untuk menunaikan kewajiban kami untuk sholat maghrib yang sekalian di jamak dengan sholat isyak. 

Sejenak kemudian kami menghubungi tukang ojek untuk mengantarkan kami pintu gerbang pendakian yang masih berjarak kurang lebih 2 km dari basecamp dan bisa ditempuh kurang lebih hampir satu jam dengan jalan kaki. Dengan ojek bisa memangkas waktu menjadi seperempat jam saja dengan harga ojek Rp. 25.000,-. Jalan yang masih berbatu yang rapi terkadang cukup licin jika setelah diguyur hujan. Kamipun berdoa sebelum memulai perjalanan kami.

Setelah memasuki pintu gerbang pendakian atau Parkiran Swadas, jalanan masih tertata rapi dan terkadang jika cuaca tidak hujan sepeda motor bisa sampai di Gardu Pandang yang berada tidak jauh dari pintu gerbang. Hanya membutuhkan waktu 10 menit jalan kaki kita akan bertemu dengan gardu pandang yang asri dengan view pedesaan Kalijajar dengan lampu-lampu yang berkelap-kelip di malam hari serta beberapa spot kota Wonosobo. Di gardu pandang ini juga ada beberapa warung yang menjajakan makanannya serta ada yang jual souvenir untuk para pengunjung membelinya. Karena kami sampai di lokasi sudah malam hari maka suasana berbeda dan yang ada hanya sepi dan semilir angin dan suara daun pinus membuat semakin terasa benar alami ini. Sesaat setelah kami beristirahat kami mulai mendapati jalur yang mulai menanjak. Jalan yang sudah mulai terlihat membuat kami mudah untuk menapakinya, namun terkadang kontur tanah liat juga membuat jalan menjadi licin manakala ada sisa-sisa air hujan.

Menuju ke Pos 1 (Taman Asmara) dari Gardu Pandang ini bisa ditempuh kurang lebih 20 menit dengan medan yang masih bersahabat. Akan tetapi jalur ini sudah memasuki kawasan hutan, meskipun tidak begitu lebat namun kalau perjalanan dilakukan di malam hari tentunya diawali dengan sesak nafas karena harus beradapatasi dengan lingkungan sekitar dan harus berebut oksigen dengan perdu-perdu di sepanjanga jalur pendakian. Taman Asmara ini berupa lahan datar yang tidak terlalu lebar hanya muat sekitar 3-4 tenda dan ada beberapa spot khusus untuk berfoto dan uniknya tempat ini di halangi pohon besar yang tumbang dan dijadikan tempat untuk menyandarkan badan-badan berkeringat setelah beberapa jam melakukan perjalanan. 

Menuju ke tempat camp selanjutnya yaitu Camp Plalangan, menurut saya ini adalah pos bayangan yang bisa ditempuh kurang lebih 30 menit. Perjalanan cukup menguras tenaga dengan medan yang tidak terlalu lebar dan sesekali harus rambatan akar-akar pohon di beberapa spot. Ini yang menjadi rasa tersendiri dimana ada beberapa titik yang mengharuskan dengkul ketemu hidung. Namun itulah sebuah pendakian yang sudah wajar untuk kita hadapi.

Camp Gajahan dengan Background Sabana dan Puncak Gunung Sumbing

Menuju Pos 2 Bogel, jalan tidak lagi berbonus, dengan kemiringan sekian derajat rasanya setiap melangkah adanya tanjakan dan tanjakan meski tidak tajam namun terasa panjang. Untuk mencapai tempat ini memakan waktu kurang lebih satu jam dengan perjalanan yang normal. Setibanya pos 2 ada dua tempat yang bisa kita buat mendirikan tenda, yang pertama adalah di sekitar hutan yang bisa memuat kurang lebih 15-20 tenda sementara yang satunya di area terbuka yang luas dan bisa mencapai 50 tenda dengan latar belakang sabana gunung Sumbing yang sangat luas. Diantara sabana itu terlihat dua jalur yang berbeda di sebelah kanan dan kiri. Yang membedakan adalah kalau jalur sebelah kiri penuh dengan tanjakan dan lurus sementara yang sebelah kanan jalur full dengan sabana dengan dibuat zig zag sehingga membuat jaraknya pendakian semakin jauh dan membutuhkan waktu yang lama. Kurang lebih hampir satu jam akan bertemu dengan Pos 3 Zorro.

Pos 3 Zorro ini ditandai dengan pohon lamtoro tunggal yang cukup besar, cukup teduh saat digunakan untuk berteduh sebentar. Berlokasi di dataran yang miring sehingga jarang atau bahkan tidak ada yang mendirikan tenda di sekitar Pos 3 Zorro ini. Dari pos 3 Zorro ini kita bisa melihat sabananya yang dimulai dari Camp Gajahan yang terbentang luas serta berlatar belakang Gunung Sindoro dan Gunung Kembang di sebelah barat. Melanjutkan perjalanan ke Puncak Gunung sumbing dari Pos 3 medan sudah mulai berbatu dan rasanya lebih diperlama lagi untuk mencapai puncaknya. Selain berbatu juga di sebelah kanan jalur pendakian ada tebing-tebing terjal yang cukup tinggi yang ditumbuhi perdu-perdu liar yang semakin sinematik untuk di abadikan dengan kamera.

Pos 3 Zorro

Kurang lebih 1 jam dari pos 3 Zorro kita akan sampai di Puncak Bowongso yang jika ke arah kiri kita akan ketemu dengan Puncak Buntu yang jalurnya cenderung datar dengan pemandangan full Gunung Sindoro. Jika kata belok kanan ke arah Puncak Rajawali kita akan menaiki punggukan bukit cadas yang terjal. Bersyukur di sana sudah terpasang tali webbing untuk mempermudah pendakian. Bukan hanya itu saja, untuk mencapai puncak Rajawali kita harus menuruni batu vertikal yang di selanya tumbuh pohon cantigi yang bisa digunakan untuk berpegangan dan memasang webbing untuk ke amanan. Tidak terlalu tinggi memang kurang lebih 4-5 meter namun di bawahnya ada jurang menganga jika tidak hati hati juga akan risiko yang lebih berat akan kita dapatkan. 

Tebing-Tebing di Puncak Rajawali

Sesudahnya kita bertemu dengan pertigaan jalur pendakian dari Banaran dan Kaliangkrik yang jalurnya menyusuri kawah gunung Sumbing terlebih dahulu untuk mencapai Puncak Sejati. Dari sini sudah tidak jauh lagi kurang lebih 15 menit. Dengan jalur yang sedikit diputar dan zig zag rasanya bisa mempermudah para pendaki untuk segera sampai di Puncak Rajawali sebagai puncak tertingginya Gunung Sumbing yaknni 3371 MDPL. Dari sinilah kita bisa melihat keindahan kota-kota di kaki gunung Sumbing jika cuaca cerah. Luasnya kawah gunung Sumbing juga membuat semakin apik view gunung tertinggi ke dua di Jawa Tengah ini. Sekilas meski tipis juga terlihat asap sulfatara yang keluar dari celah-celah batu yang berwarna ke kuningan karena terkandung belerangnya. Di pojok utara terlihat pula segara wedi yang terlihat memutih jika dilihat dari puncak Rajawali.  Sungguh pesona gunung Sumbing ini memberikan kesan tersendiri untuk tidak menolak jika untuk kembali ke sana. 

Kawah Aktif Gunung Sumbing


Comments


EmoticonEmoticon