Kamis, 07 Oktober 2021

Pendakian Gunung Gede Pangrango ( Cerita Horor Di Mushola Kandang Badak)

Puncak Gunung Gede

Setelah Gunung Cikuray beberapa tahun lalu saya menyinggahinya, akhirnya tahun ini saya memiliki kesempatan untuk menyinggahi gunung Gede dan Pangrango yang berlokasi bersebelahan seperti di Jawa Tengah ada gunung Merbabu dan Merapi dan di Jawa Timur ada gunung Arjuno dan Welirang. Nah gunung Gede dan Pangrango saya rasa sudah tidak asing lagi bagi para petualang dengan keindahan pesona gunung ini. 

Gunung Gede yang memiliki ketinggia 2958 MDPL dan Gunung Pangrango yang memiliki ketinggian 3019 MDPL berada di kawasan Puncak Bogor, sehingga setiap perjalan ke arah puncak atau belibur di kota Bogor akan melihat dua gunung ini. Adapula juga Gunung Salak yang terkenal dengan keangkerannya yang bisa kita lihat di kota hujan ini. Kedua gunung ini memiliki dua basecamp yang memiliki spot-spot menarik. Basecacmp Putri yang menawarkan lokasi camp yang cukup fenomenal yaitu Surken atau Surya Kencana yang memiliki ladang bunga edelwis yang sangat luas serta mata air yang cukup melimpah apalagi jika pada musim hujan. Sementara satu jalur lain yang terkenal adalah jalur Cibodas yang menjadi icon Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang ditunjang dengan relatif jalan yang enak untuk dilalui oleh seorang pendaki.

Perjalanan ku kali ini adalah yang pertama kalinya ke Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang sebenarnya misi tambahan dari misi utama yakni saat saya di minta untuk menjadi wali nikah keponakan di Jakarta akhirnya aku sisipkan untuk mlipir di kedua gunung Gede dan Pangrango sekalian. Bersyukur saat itu adikku merekomendasi teman dari Jakarta untuk menemaniku ke tempat tujuan. Dari sanalah terbentuklah grup whatsApp se saat dan memulai menginvite teman yang berada di sekitar kota Bogor dan sekaligus pengelola basecamp di Cibodas untuk mempermulus jalannya rencana kami. 

Singkat saja setelah pagi hari menghadiri pernikahan keponakan di Duren Tiga segera saya berkemas untuk keberangkatan ku dan kamipun memutuskan untuk ke Bogor dengan mengendarai motor biar simpel dan ngirit tentunya. Pukul 16:30 saya berangkat dengan dibekali makanan yang super banyak dari kakakku di tas ranselku kami menuju Kota Hujannya Jawa Barat. Di sana sudah janjian untuk bertemu di Jembatan Gadog pukul 20:00. Kami berdua sampai di Bogor sekitar pukul 19:00 an dan langsung menuju Ciawi dan berhenti di Jembatan Gadok. 

Disambut dengan hawa dingin kota ini kemudian saya menuju warung jamu yang tidak terlalu jauh dari jalan raya sambil menunggu teman-teman datang. Tidak lama kemudian teman-teman sudah berkumpul dan kami melanjutkan perjalanan ke puncak untuk menuju basecamp Cibodas. Akan tetapi teman yang satu masih harus ditunggu karena baru bisa keluar dari kerjaan sekitar pukul 17:00 sore dan akhirnya bisa berkumpul semua pada pukul 23:00 malam hari. Pihak basecamp menyarankan kami untuk istirahat dan memulai pendakian pada dini hari. 

Pukul 03:00 saya sendiri sudah bangun kemudian membangunkan teman-teman untuk mempersiapkan segala pendakian kami. Pukul 03:30 kamipun mulai perjalanan kami menyusuri jalan yang masih sangat nyaman untuk sebuah perjalanan. Hawa dingin yang menyusup di sela-sela baju dan ransel kami lambat laun menghilang saat kami sudah memulai perjalanan. Sayup-sayup  terdengar ayam berkokok untuk menyambut datangnya sang mentari. Kami sudah sampai pada Telaga Sunyi di samping Rumah atau shelter yang cukup seram menurut saya. Bersamaan dengan adzan subuh berkumandang teman-teman mengambil air untuk kami gunakan berwudlu nantinya. 

Pukul 04:45 sampailah kami di jembatan yang sangat panjang dan menjadi spot foto yang sinematik jika gugusan gunung yang kita tuju terlihat dengan jelas. Kemudian kami menunaikan sholat subuh berjamaah di lokasi jembatan dengan aliran air yang jernih di bawahnya serta gemericiknya semakin membuat nuansa yang sangat alami. Doa kami adalah semoga perjalanan kami dipermudah dan diberikan cuaca yang bersahabat. Selepas doa kami, kamipun bergegas untuk melanjutkan perjalanan kami. 

Burung-burung mulai berkicau dan keluar dari sarang tidurnya semalam untuk menyambut hangatnya sang mentari pagi. Kami melewatinya tanpa permisi begitu saja hingga perjalanan kami sampai di pertigaan yang mengarah ke air terjun Curug Cibeureum. Kami berhenti sesaat karena ada beberapa teman request untuk pergi air terjun tersebut. Akan tetapi kami memutuskan untuk ke air terjun sepulangnya dari mendaki kedua gunung tersebut. Langkah kami lanjutkan untuk menyusuri jalan berbatu yang sudah mulai terasa tanjakannya. Meskipun tidak terlalu tinggi tanjakannya namun karena perjalanan yang cukup panjang akhirnya rasa lelah dan laparlah yang memberhentikan kami di Shelter Denok 1. Kami mengisi perut kami dengan nasi yang kami beli di basecamp tadi beserta lauk yang sederhana. Rasa lapar jugalah yang membuat kami semangat untuk menghabiskan makanan tadi. 

Sarapan Seru Seadanya

Kurang lebih pukul 08:00 kami sampai di sumber mata air panas yang menjadi idaman saya untuk merasakan kehangatan airnya. Benar saja baru beberapa meter menjelang ke sumber mata air ini sudah terlihat uap mengepul di sela-sela gemericik airnya. Satu per satu kami melewatinya, karena ada beberapa batu yang berlumut kami pun cukup hati hati untuk melangkah karena di sebelahnya memang jurang yang cukup dalam meskipun sudah ada kawat pegangan. Satu yang ku rasakan adalah seperti mandi saona di jalur itu meski hanya sesaat dan memegang airnya pun hanya secukupnya karena memang terasa panas untuk dibuat mainan. Mungkin bagi teman-teman yang mau merebus telur juga bisa tinggal menunggui sekitar 5-10 menit akan masak telurnya.

Di atasnya ternyata juga masih ada satu lagi aliran sungai yang cukup deras dan airnya juga cukup hangat hingga kami menyeburkan diri meskipun tidak seluruh badan kami hanya kaki-kaki kami yang bermainan air dan sekaligus mengabadikan moment ke sekian kalinya. Ngemil beberapa makanan untuk menumbuhkan stamina kami lagi sebelum kami melanjutkan perjalanan kami.

Sungai Air Hangat 

Air Terjuan Super Hot

Pos demi pos kami lewati hingga kami sampailah di Pos Kandang Badak pada pukul 11:30. Perjalanan yang cukup melelahkan memang buat kami kurang lebih berjalan 7 jam untuk sampai di tempat camp terkahir. Tempat ini sangat luas dan super teduh karena tempat camp yang datar serta ditumbuhi pohon-pohon yang tumbuh dengan subur serta rindang hingga sinar matahari tidak bisa menembus di tempat area ini. Selain itu pos Kandang Badak terdapat mata air yang melimpah sehingga untuk kebutuhan air sangat tercukupi. Selain itu toilet dan mushola juga tersedia dan tidak perlu susah lagi jika ingin beribadah ataupun buang hajat. Karena waktu itu termasuk hari kerja sehingga suasana sepi yang membuat kami tidak antri di tempat ini. Tentunya akan berbeda dengan weekend days akan sedikit memberikan kesabaran kepada kita untuk mengantri.

Selesai Ishoma, kami sepakat untuk melanjutkan perjalanan ke Gunung Gede yang katanya temanku medan nya lumayan enak untuk di naiki dengan kondisi fisik yang memang sudah terkuras selama perjalanan tadi. Selain itu juga ketinggiannya juga lebih rendah dibanding dengan Gunung Pangrango. Baru berjalan beberapa menit kami bertemu dengan pertigaan jika belok ke kanan kita akan mengarah Pangrango dan kamipun mengambil arah lurus untuk menuju puncaknya gunung Gede. Jalanan mulai merambat dari akar ke akar atau dari batu ke batu hingga akhirnya kami sampai di Tanjakan Setan. Meski tidak terlalu tinggi namun kemiringan ini memang menjadi tantangan tersendiri. Dengan dipasang webbing memang terasa lebih mudah untuk melewatinya. Namun ada sebagian teman kami yang memang agak takut sehingga terkesan lebih lambat dalam melewati tanjakan dengan kemiringan 80 derajat ini. Sebenarnya di sebelah kiri ada jalur yang tidak menanjak namun agak memanjang. 

Tanjakan Setan

Selepas dari tanjakan setan ini kami masih bergelut dengan hutan cantigi yang tumbuh subur bersamaan dengan kabut yang sore itu mulai turun dan mendinginkan tubuh kami. Beruntung kami sudah menyiapkan jaket sehingga rasa dingin itu bisa kami nikmati dengan nyaman. Sempat turun gerimis kecil sepanjang perjalanan, namun kami merasa itu adalah gerimis dari kabut itu sendiri. Benar saja menjelang sampai ke puncak Gunung Gede gerimis itu menghilang meskipun masih berkabut. Dataran pertama kami temui saya berharap sudah sampai puncaknya, ternyata memang masih harus meniti pagar dan menuntun kami hingga ke Tugu Gunung Gede yang kami tempuh sekitar 20 menit dengan medan yang sedikit berpasir dan berkerikil cukup tajam-tajam.

Swa Foto yang tidak antri hehehehe....

Sampai di Tugu Gunung Gede alhamdulillah tidak sesuai ekpektasi mendapat sun set, tembok putih pun kami tetap bersyukur karena tidak berebut juga untuk berswafoto di tugu Gunung Gedenya. Tidak telalu lama kami di Puncak Gunung Gede kurang lebih dua puluh menit dengan mengembalikan stamina kami dan perut kami isi dengan perbekalan seadanya. Pukul 16:30 kami beranjak turun dengan sedikit rasa kecewa tidak bisa melihat cerahnya di puncak tadi. Menelusuri jalur-jalur sempit menuju turun membuat kami berhati-hati. Memang cukup bersahabat namun banyak sekali jalur-jalur ke bawah yang membuat kami harus memilih jalur yang lebih banyak dilalui oleh pendaki lain dengan harapan kita tetap selamat sampai di tempat camp kami Kandang Badak. 

Semakin turun suasana semakin sore saat kami kembali dipertemukan Tanjakan Setan, dengan kesabaran kami turun satu persatu dan memastikan kami semua selamat. Pukul 17:30 kami sudah sampai di pertigaan yang mengarah ke Gunung Pangrango yang akan kami lalui besok pagi hari. Jelang maghrib kamipun sampai di tempat camp Kandang Badak, sesaat kami beristirahat ternyata tempat camp sudah mulai ramai dengan pendaki-pendaki lain yang berdatangan meski tidak terlalu padat namun cukup ramai. Bersamaan dengan itu lampu bertenaga surya pun mulai menyala yang berarti kamipun juga sudah menggunakan senter kami untuk penerangan dalam tenda. 

Kami menunaikan sholat maghrib meskipun tidak berjamaah semuanya, dan ada kesan tersendiri selama di mushola Kandang Badak ini.

Cerita Horor di Mushola Kandang Badak

Saya sendiri termasuk orang yang masih percaya dengan mahluk-mahluk cipataan Allah SWT yang berbeda tempat. Di tempat camp ini saat saya memasuki area memang belum terasa apa-apa akan tetapi saat senja menjelang hawa mistis itu sudah mulau terasa pada saat saya mengambil air wudlu untuk sholat maghrib saya menuju ke tempat penampungan air kotak karena saat itu tempat wudlu yang di sediakan ada antrian. Hawa mistis itu terasa saat saya mulai membasahi tangan ku dan berbeda sekali dengan hawa sebelumnya. Tangan saya terasa berat untuk saya gerakkan seolah ada yang memegangnya. Sementara mata saya seakan bertatapan dengan mahluk asing yang berada di sekitar itu tampungan air yang menunggui dan duduk di atasnya. Orang yang sudah tua dan berjenggot putih itu seolah terus menatapku meski tidak seram namun tetap saja bulu kuduk ku juga berdiri dan sembari menyelesaikan air wudlu aku berdoa yang terbaik agar semua terkondisikan. Sayapun tidak langsung balik kanan namun saya berjalan mundur dan sambil menghormati kepada yang punya tempat. Saya pun tidak bercerita kepada teman-teman sesampai di mushola dan saya membiarkan mereka untuk mengambil wudlu. Saya menunggu di mushola untuk sholat berjamaah dan saya menjadi imam buat teman-teman saya yang selanjutnya sholat maghrib kami jamak dengan sholat isya'. 

Sekitar Mushola Angker itu hehehe


Tempat Camp yang Super nyaman

Sesampai di tenda saya pun ceritakan apa yang saya alami saat berwudlu tadi, lantas di sambung beberapa teman yang mengalami hal yang sama. Satu teman saya juga melihat di pojok sebelah kanan ada mbak kunti yang berdiri sambil memperhatikan kami sholat dan yang satu lagi juga melihat di belakang ada mahluk besar hitam entah apa yang dia lakukan. Saya sendiri hanya merasa ada sedikit hawa seram dan tidak bisa melihatnya saat itu karena memang saya tidak bercerita supaya teman-teman tidak merasa ketakutan. Namun ternyata teman-teman juga merasakan sendiri hehehehhehe......

Sudahlah cerita horor itu kemudian kami ganti dengan candaan kami saat kami masak buat makan malam. Cukup simple masak untuk makan malam karena masih melekat rasa lelah kami sepulang naik dan turun Gunung Gede. Pukul 20:00 selepas makan malam sudah mulai terdengar teman yang mengorok karena lelapnya tidur, selepas itu semua sepi hingga akhirnya akupun juga ikut merebahkan tubuh ku untuk segera masuk ke SB.

Comments


EmoticonEmoticon