Jumat, 07 Juni 2024

KERENNNN!!!!!!!!! CITY LIGHTNYA KOTA MOJOKERTO DARI GUNUNG LOROKAN 1100 MDPL

 



Mengunjungi ke kota Lamongan di dusun Cani, Desa Candisari, Kecamatan Sambeng menjadi suatu kesempatan emas buat saya. Lamongan yang terkenal dengan berbagai varian masakannya membuat sepanjang jala di kota Lamongan banyak berdiri restoran yang menyajikan masakan-masakan khas Lamongan. Seperti Soto Lamongan, Nasi Boran, Pecel Lele dan masih ada beberapa aneka sajian makanan yang bisa kita nikmati jika mengunjungi kota Lamongan. Bisa silaturahim ke tempat bu Eko yang begitu ramah dan kebetulan putra beliau yang suka berpetualang mengajak saya untuk menghabiskan akhir pekan ke Gunung Lorokan yang berlokasi di kabupaten Mojokerto Jawa Timur. 

Dusun Cani, Desa Candisari, Sambeng, Lamongan

Sore pukul 15:00 kami memulai perjalan dari rumah bu Eko dengan berboncengan sepeda motor. Melewati desa-desa yang cukup padat dan sesekali melewati perkebunan petani yang ditanami pohon kayu putih dengan bahasa latin Melaleuca Leucadendra tumbuh subur diantara sayuran ataupun jagung yang sudah siap di panen. Melintasi sungai terpanjang dan terbesar di Mojokerto menjadikan rasa senang tersendiri buat saya. Sungai yang lebar dan air yang melimpah tentunya menguntungkan bagi warga di sepanjang sungai Brantas untuk kebutuhan pertanian mereka. Memasuki area perbukitan di Mojokerto jalan mulai berliku dan disuguhi pemandangan yang cukup menarik di sepanjang jalan. Warung-warung gaul yang hit dan merupakan tempat thongkorangan anak-anak muda berjejer dan menawarkan masakan kekinian ataupun kerajinan tangan yang beraneka ragam dengan harga yang sangat terjangkau. Ada pula mereka memermak sebuah tempat menjadi cafe yang bernuansa alam dengan pemandangan alam serta menjadi camp area untuk menghabiskan akhir pekan.


Sampai di Pacet jalan mulai menanjak dan melintas di belokan ekstrim yang sering memakan korban jika kendaran tidak dalam keadaan sehat. Tidak lama saya diajak belok kanan menuju base camp pendakian Gunung Lorokan. Gunung Lorokan sendiri memiliki ketinggan 1100 MDPL, yang sebenarnya merupakan bukit di kaki gunung Welirang, sangat ramah buat para petualang untuk menghabiskan akhir pekan. Karena tidak pesiapan dari awal akhirnya kami menyewa tenda dan perlengkapan yang lain buat kami rehat.

Senja itu sedikit gerimis saat kami memulai pendakian, namun saya dan kak Egi tetap memulai perjalanan yang ditemani kicauan burung-burung yang mulai merapat ke ranting pohon menuju sarang bermalamnya. Suara binatang malam juga menyambut kedatangan kami di sepanjang jalur pendakian. Tidak kurang dari 20 menit kami sampai di pos satu yang merupakan spot taman dan camp area yang menyediakan gasebo berjajar rapi. Banyak pengunjung yang menikmati jajanan alakadarnya yang mereka pesan di warungnya. Menyeduh kopi susu atau teh hangat rasanya cocok sekali untuk mengurangi hawa dingin yang dirasakan setiap seduhannya. Namun tidak bagi kami, kami lebih memilih mengambil air wudlu untuk melaksanakan sholat Maghrib dan sekelagus kami jamak dengan sholat isya. Angin sepoi yang menyapa kami sangat lembut meski demikian memberi rasa dingin di kulit kami yang tidak berbalut jaket. Lantas kami melanjutkan perjalanan dengan melewati jalan setapak yang sedikit datar. 

Pohon-pohon besar dan rindang senja itu meliuk-liuk karena terpaan angin. Kami di tuntun oleh alunan air yang gemericik untuk kami lintasi, ada air terjun yang cantik meskipun tidak begitu tinggi akan tetapi ada pesona tersendiri untuk melihatnya di sela-sela batu yang besar. Air sangat jernih dan tidak lupa kami mengambilnya satu botol besar untuk kebutuhan masak-memasak di atas nanti. 30 menit perjalanan kami menyusuri jalan setapak menuju camp area. Sayup terdengar suara berbicang-bincang di atas yang menandakan tempat camp sudah dekat atau tidak lama lagi.


Pertigaan dan bangku singgahan untuk beristirahat sejenak mengiyakan kami dan mempersilahkan duduk. Menikmati candu malam itu dengan gugusan bintang yang kemerlip di antara awan yang sedikit mendung. Menikmati camilan dan menyeka keringat mengarahkan kami untuk meneguk minuman yang kami bawa. Terasa dingin dan segar meski tidak keluar dari kulkas untuk mengaliri kerongkongan yang sudah sedikit mengering sejak tadi. 


Lantas kami ayunkan lagi langkah kami di atas tanah yang becek sisa gerimis petang tadi. Sandal kami menjadi seperti sepatu High Heel karena tertempel tanah merah gunung Lorokan. Jalan cenderung menurun untuk mendapatkan spot-spot cantik malam itu. Ada beberapa tenda yang sudah berdiri dan kami menyapa kepada mereka sekedar untuk permisi dan ikut mendirikan tenda yang mengarahkan pintu ke timur untuk mendapatkan city light kota Mojokerto. Kota Mojokerto dan Gunung Penanggungan menyapa kami dari kejauhan, di bawahnya kerlap kerlip lampu kota Mojokerto menjadi daya tarik sendiri untuk di abadikan dengan kameran ponsel kami. Malam itu kami kurang beruntung, kabut datang lebih cepat yang menutupi punggungan gunung Lorokan. Segera kami rapatkan pintu tenda setelah makan malam selesai. Berkemas untuk ke peraduan dengan dua selimut yang kami bawa dari rumah bu Eko. Selimut tebal itu membungkus badan kami serta mengantarkan kami ke alam mimpi. Ada mimpi terselip yang kemudian membangunkanku tepat awal sholat subuh. Bergegas aku mengambil tayamum untuk segera menunaikan sholat subuh.


Kicauan burung kutilang mengundanga kami keluar dari tenda. Kami di sambut segerombolan penghuni Gunung Lorokan yang sedang sarapan pagi di perdu dekat tugu. Meski singkat kami sempat memberinya mereka sedikit camilan, meski malu-malu mereka tetap mengambil dan bergegas melarikan diri. Ahh sudahlah tidak perlu di kejar seperti perasaan dia yang ke kamu. Cuek saja supaya kau bisa menikmati keindahan alam di Gunung Lorokan. Begitu kami melebarkan pandangan mata, sebelah barat terbentang luas perbukitan yang menghijau. Ada rasa nyaman saat kami menatapnya bersama teman-teman lain yang sedang menikmatinya. Ada rasa sejuk dari pandangan saat menatap gugusan alam yang terbentuk, seolah menjadi wallpaper gratis untuk di singgahi dan di bidik oleh kamera-kamera kami. 



Aku senang bisa berada di sini, mengujungi teman yang sekaligus di kasih gunung Lorokan untuk di daki. Aku merasa tertegun sejenak, saat kami melihat tingkah anak-anak muda yang tidak hentinya untuk berpose ini dan itu. Mau mengikuti rasanya kok malu dengan usia yang sudah berkepala 4 dan tentu itu bukan masa-masa saya lagi. Aku patutnya berterimakasih kepada yang sudah mengajakku berkelana di Jawa Timur khususnya di Gunung Lorokan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Kisah ini semoga menjadi satu memori tersendiri bersama cerita untuk menginspirasi para pembaca dan jangan segan-segan untuk berpetualang, karena di alamlah kita banyak belajar yang tidak pernah kita dapatkan di bangku sekolah atau perkuliahan.


Termimakasih gunung Lorokan, terimakasih Mojokerto dan terimakasih kak Egi.


Comments


EmoticonEmoticon